AWAS! JANGAN DEKATI ZINA!
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32)
Penjelasan makna ayat
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا
Dan janganlah kalian mendekati zina.
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini: “Allah subhanahu wata’ala
berfirman dalam rangka melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan zina dan
larangan mendekatinya, yaitu larangan mendekati sebab-sebab dan
pendorong-pendorongnya.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/55)
Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini di
dalam tafsirnya, “Larangan mendekati zina lebih mengena ketimbang
larangan melakukan perbuatan zina, karena larangan mendekati zina
mencakup larangan terhadap semua perkara yang dapat mengantarkan kepada
perbuatan tersebut. Barangsiapa yang mendekati daerah larangan, ia
dikhawatirkan akan terjerumus kepadanya, terlebih lagi dalam masalah
zina yang kebanyakan hawa nafsu sangat kuat dorongannya untuk melakukan
zina.” (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal.457)
إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً
Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji.
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah dosa yang sangat besar.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/55)
Asy-Syaikh As-Sa’di berkata, “Allah subhanahu wata’ala menyifati
perbuatan ini dan mencelanya karena ia (كَانَ فَاحِشَةً) adalah
perbuatan keji. Maksudnya adalah dosa yang sangat keji ditinjau dari kacamata
syariat, akal sehat, dan fitrah manusia yang masih suci. Hal ini
dikarenakan (perbuatan zina) mengandung unsur melampaui batas terhadap
hak Allah dan melampaui batas terhadap kehormatan wanita, keluarganya
dan suaminya. Dan juga pada perbuatan zina mengandung kerusakan moral,
tidak jelasnya nasab (keturunan), dan kerusakan-kerusakan yang lainnya
yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut.” (Lihat Taisir Al-Karim
Ar-Rahman, hal.457)
وَسَاءَ سَبِيلًا
dan (perbuatan zina itu adalah) suatu jalan yang buruk.
Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Dan zina merupakan
sejelek-jelek jalan, karena ia adalah jalannya orang-orang yang suka
bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, dan melanggar perintah-Nya.
Maka jadilah ia sejelek-jelek jalan yang menyeret pelakunya kedalam
neraka Jahannam.” (Tafsir Ath-Thabari, 17/438)
Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah menafsirkan lafazh ayat (yang
artinya) “suatu jalan yang buruk” dengan perkataannya, “Yaitu jalannya
orang-orang yang berani menempuh dosa besar ini.” (Lihat Taisir Al-Karim
Ar-Rahman, hal. 457)
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa Allah subhanahu
wata’ala mengabarkan tentang akibat perbuatan tersebut. Bahwasannya
perbuatan tersebut adalah sejelek-jelek jalan. Karena yang demikian itu
dapat mengantarkan kepada kebinasaan, kehinaan, dan kerendahan di dunia
serta mengantarkan kepada adzab dan kehinaan di akhirat. (Lihat Al-Jawab
Al- Kafi, hal. 206)
Hal-hal yang mengantarkan kepada perbuatan zina
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Islam menutup rapat-rapat
semua celah yang dapat mengantarkan seorang hamba kepada kejelekan dan
kebinasaan. Atas dasar ini,
disaat Allah subhanahu wata’ala melarang perbuatan zina, maka Allah
subhanahu wata’ala melarang semua perantara yang mengantarkan kepada
perbuatan tersebut. Disebutkan dalam kaedah fiqih:
وَسَائِلُ اْلأُمُورِ كَالْمَقَاصِدِ
Perantara-perantara seperti hukum yang dituju.
Zina adalah perbuatan haram, maka semua perantara/wasilah yang dapat
mengantarkan kepada zina juga haram hukumnya. Diantara perkara yang
dapat mengatarkan seseorang kepada zina adalah:
1. Memandang wanita yang tidak halal baginya
Penglihatan adalah nikmat Allah subhanahu wata’ala yang sejatinya
disyukuri hamba-hambanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.” (An-Nahl: 78). Akan tetapi kebanyakan manusia tidak
mensyukurinya. Justru digunakan untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu
wata’ala. Untuk melihat wanita-wanita yang tidak halal baginya. Terlebih
di era globalisasi ini dengan segenap kecanggihan teknologi dan
informasi, baik dari media cetak maupun elektronik, seperti internet,
televisi, handphone, majalah, koran, dan lain sebagainya, yang
notabene-nya menyajikan gambar wanita-wanita yang terbuka auratnya.
Dengan mudahnya seseorang menikmati gambar-gambar tersebut. Sungguh tak
sepantasnya seorang hamba yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala
dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan hal itu.
Pandangan adalah sebab menuju perbuatan zina. Atas dasar ini, Allah
subhanahu wata’ala memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman
untuk menundukkan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan. Allah
subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Katakanlah (wahai nabi), kepada
laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan
mata mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci
bagi mereka. Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui apa
yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman:
Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara
kemaluan mereka.” (An-Nur: 30-31)
Allah subhanahu wata’ala memerintahkan orang-orang yang beriman, baik
laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangannya dan menjaga
kemaluannya. Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya dari: zina,
homosex, lesbian, dan agar tidak tersingkap serta terlihat manusia.
(Lihat Adhwa’ Al-Bayan, Al-Imam Asy-Syinqithi 6/126)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini adalah perintah Allah
subhanahu wata’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka
menundukkan pandangan-pandangan mereka dari apa yang diharamkan. Maka
janganlah mereka memandang kecuali kepada apa yang diperbolehkan untuk
dipandangnya. Dan agar mereka menjaga pandangannnya dari perkara yang
diharamkan. Jika kebetulan pandangannya memandang perkara yang
diharamkan tanpa disengaja, maka hendaklah ia segera memalingkan
pandangannya. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim
dalam Shahihnya dari shahabat Jarir bin Abdullah Al-Bajali radhiyallahu
‘anhu, beliau berkata: “Aku bertanya kepada baginda Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam tentang pandangan secara tiba-tiba, maka beliau
memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.” (Lihat Tafsir Ibnu
Katsir, 5/399)
Manakala perbuatan zina bermula dari pandangan, Allah subhanahu
wata’ala menjadikan perintah menahan pandangan lebih dikedepankan
ketimbang menjaga kemaluan. Karena semua kejadian bersumber dari
pandangan. Sebagaimana api yang besar bermula dari api yang kecil.
Bermula dari pandangan, lalu terbetik di dalam hati, kemudian melangkah,
akhirnya terjadilah perbuatan zina. (Lihat Al-Jawab Al- Kafi, hal. 207)
2. Menyentuh wanita yang bukan mahramnya
Menyentuh wanita yang bukan mahram adalah perkara yang di anggap
biasa dan lumrah ditengah masarakat kita. Disadari atau tidak, perbuatan
tersebut merupakan pintu setan untuk menjerumuskan anak Adam kepada
perbuatan fahisyah (keji), seperti zina. Oleh karena itu, Islam melarang
yang demikian itu, bahkan mengancamnya dengan ancaman yang keras.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لأَنْ يَطْعَنَ فيِ رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ
“Seorang ditusuk kepalanya dengan jarum dari besi adalah lebih baik
ketimbang menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR.
Ath-Thabarani, no. 16880, 16881)
Dalam hadits ini terdapat ancaman yang keras bagi orang yang
menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Hadits tersebut juga sebagai
dalil tentang haramnya berjabat tangan dengan wanita (yang tidak halal
baginya). Dan sungguh kebanyakan kaum muslimin di zaman ini terjerumus
dalam masalah ini. (Lihat Ash-Shahihah, no. 1/395)
Dalam hadits lain dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ
مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا
الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا
الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى
وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Ditetapkan atas anak cucu Adam bagiannya dari zina akan diperoleh
hal itu tidak mustahil. Kedua mata zinanya adalah memandang (yang
haram). Kedua telinga zinanya adalah mendengarkan (yang haram). Lisan
zinanya adalah berbicara (yang haram). Tangan zinanya adalah memegang
(yang haram). Kaki zinanya adalah melangkah (kepada yang diharamkan).
Sementara hati berkeinginan dan berangan-angan, sedang kemaluan yang
membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Muslim no. 2657)
3. Berkhalwat (berduaan) di tempat sepi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan dalam haditsnya yang agung:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
“Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)
Betapa banyak orang yang mengabaikan bimbingan yang mulia ini,
akhirnya terjadilah apa yang terjadi. Kita berlindung kepada-Nya dari
perbuatan tersebut. Ber-khalwat (berduaan) dengan wanita yang bukan mahramnya adalah
haram. Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita yang bukan
mahramnya kecuali ketiganya adalah setan. Apa dugaan anda jika yang
ketiganya adalah setan? Dugaan kita keduanya akan dihadapkan kepada
fitnah. Termasuk berkhalwat (yang dilarang) adalah berkhalwat dengan
sopir. Yakni jika seseorang mempunyai sopir pribadi, sementara dia
mempunyai istri atau anak perempuan, tidak boleh baginya membiarkan
istri atau anak perempuannya pergi berduaan bersama si sopir, kecuali
jika disertai mahramnya. (Lihat Syarah Riyadhus Shalihin Asy-Syaikh
Al-’Utsaimin, 6/369)
4. Berpacaran
Berpacaran adalah suatu hal yang lumrah di kalangan muda-mudi
sekarang. Padahal, perbuatan tersebut merupakan suatu perangkap setan
untuk menjerumuskan anak cucu Adam ke dalam perbuatan zina. Dalam perbuatan berpacaran itu sendiri sudah mengandung sekian banyak
kemaksiatan, seperti memandang, menyentuh, dan berduaan dengan wanita
yang bukan mahramnya, yang notabene merupakan zina mata, lisan, hati,
pendengaran, tangan, dan kaki.
Itulah diantara hal-hal yang dapat mengantarkan anak cucu Adam kepada
perbuatan zina. Barangsiapa menjaganya, selamatlah agamanya, insya
Allah. Sebaliknya, barangsiapa lalai dan menuruti hawa nafsunya,
kebinasaanlah baginya. Kita berlindung kepada Allah I dari kejelekan
diri-diri kita. Amin.
Kerusakan yang disebabkan perbuatan zina
Kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan zina adalah termasuk
kerusakan yang sangat berat. Diantaranya adalah merusak tatanan
masyarakat, baik dalam hal nasab (keturunan) maupun penjagaan
kehormatan, dan menyebabkan permusuhan diantara sesama manusia.
Al Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Aku tidak mengetahui dosa besar
apa lagi yang lebih besar setelah membunuh jiwa selain dari pada dosa
zina.” Kemudian beliau v menyebutkan ayat ke-68 sampai ayat ke-70 dari
surat Al Furqan. (Lihat Al-Jawab Al-Kafi, hal 207)
Nasehat untuk kaum muslimin Para pembaca yang kami muliakan, sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati seorang hamba, itu semua akan dimintai
pertanggungjawaban di hari kiamat kelak. Yang pada hari itu anggota
badan seorang hamba; tangan, kaki, dan kulit akan menjadi saksi atas apa
yang telah mereka perbuat. Manusia adalah tempat kesalahan dan dosa.
Semua anak cucu Adam pernah berbuat kesalahan. Sebaik-baik orang yang
berbuat kesalahan adalah yang paling cepat bertaubat.
Tolak ukur kebaikan seorang hamba bukanlah terletak pada pernah atau
tidaknya dia berbuat kemaksiatan. Akan tetapi yang menjadi tolak ukur
adalah orang yang segera bertaubat manakala berbuat kemaksiatan, serta
tidak terus menerus berada dalam kubangan kemaksiatan.
Segeralah bertaubat, wahai hamba-hamba Allah, sebelum ajal
menjemputmu! Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya
taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan
kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan
segera. Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah
dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan yang hingga apabila datang
ajal kepada seseorang di antara mereka, barulah ia mengatakan:
“Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” dan tidak pula diterima taubat
orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. bagi orang-orang
itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (An-Nisaa’: 17-18)
Wallahu a’lam bishshowab.
http://www.assalafy.org/mahad/?p=483#more-483
http://www.assalafy.org/mahad/?p=483#more-483
No comments:
Post a Comment
Bijak berkomentar, bijak pula dikomentari.