A. Akar Kebencian Bangsa Jerman Pada Yahudi
Kenangan akan sebuah lokasi di Polandia, bernama kamp Auschwitz,
masih menyisakan trauma mendalam bagi bangsa Yahudi. Orang-orang Yahudi
yang ditakuti Hitler dianggapnya akan memicu Revolusi Bolshevik
sebagaimana yang terjadi di Rusia sehingga menghancurkan negeri para
Tsar (gelar raja-raja Rusia dahulu) itu. Karenanya, Yahudi dijadikan
Hitler sebagai musuh yang harus segera dibinasakan sebelum mereka sempat
memupuk kekuatan. Ada juga teori yang mengatakan bahwa Hitler sangat
khawatir dan kesal dengan propaganda The Protocol of Zion milik bangsa Yahudi yang bercita-cita menjadi pemimpin dunia.
Lambang Zionis Yahudi
Kemudian, kebencian terhadap bangsa Yahudi
yang melanda rakyat Jerman dipicu oleh sikap masyarakat Jerman keturunan
Yahudi yang menentang keinginan Jerman untuk berperang. Ras Arya, yang merupakan mayoritas di Jerman, menganggap orang-orang Yahudi sebagai ‘parasit’, yakni, “Mau mendapatkan kemakmuran dari negara Jerman, tapi menolak membela negara untuk berperang.” Bahkan, Hitler menyebut orang-orang Yahudi Jerman sebagai sekumpulan imigran yang merugikan Jerman.
Akhirnya, rakyat Jerman yang banyak menjadi buruh para juragan
Yahudi, mendukung penuh sikap Hitler. Mereka menyebut diri mereka
sebagai korban-korban penindasan ekonomi oleh orang-orang Yahudi di
negara sendiri.
B. Desain Kematian Untuk Yahudi
Hitler yang dibantu bala terntaranya, mulai mengatur rencana dengan
menggiring para tawanan Yahudi yang terdiri atas laki-laki, perempuan,
dan anak-anak. Di kamp-kamp konsentrasi milik Jerman, mereka dipaksa
bekerja dan jarang diberi makanan serta obat-obatan. Sejarah pun
mencatat ada sekitar 12.000 orang Yahudi setiap harinya dibakar dan
dipaksa untuk menghirup gas sianida di ruangan-ruangan pengap hingga
tewas. Era kelam ini disebut holocaust yang dalam istilah Yahudi berarti terbakar atau bencana.
Tekanan kepada orang-orang Yahudi bermula dari gerakan antisemit
(antizionis) yang disuarakan pemerintah. Tentara dan masyarakat
bahu-membahu memberantas bisnis-bisnis para imigran Yahudi pada 1933
hingga 1935. Puncaknya, pada September 1935 dilakukan sebuah gerakan
yang disebut sebagai The Final Solution (solusi akhir) yang dicanangkan melalui sebuah konferensi di Nurenberg.
Orang-orang Hitler segera mendata asal usul kelahiran dan juga
data-data mengenai perkawinan dan kematian penduduk Jerman keturunan
Yahudi. Sinagog-sinagog (tempat ibadah orang Yahudi) diperiksa untuk
mencari data-data. Razia pun dilakukan di perkampungan-perkampungan yang
menjadi komunitas imigran Yahudi. Tidak ada perlakuan berbeda terhadap
laki-laki, perempuan, maupun anak-anak. Mereka semua digiring masuk ke
truk-truk serdadu dan dikirim ke lokasi penahanan di wilayah Auschwitz,
Polandia. Dari sinilah awal ketakutan bermula.
Adolf Hitler dan Nazi
Mereka (para tawanan Yahudi) digiring dalam keadaan kurus kering,
lapar, dan telanjang ke dalam kamar-kamar pengap yang sudah dipasang
pipa-pipa. Mereka tak mengerti untuk apa pipa-pipa di atas kepada
mereka. Setelah ditinggalkan di kamar tersebut, pipa-pipa itu
mengeluarkan gas sianida. Saat mereka menghidup, racun sianida itu pun
masuk dalam paru-paru dan meracuni sel-sel darah mereka.
Ada juga versi lain yang mengatakan bahwa tentara Jerman juga
menyuntikkan zat kimia zyklon-B dengan dosis melebihi ambang batas
sehingga sedikit demi sedikit mereka menjadi kurus kering dan membuncit
(seperti malnutrisi). Zat tersebut mengambil asupan gizi dengan
mempercepat reproduksi epidemi dan bakteri sehingga orang Yahudi
mengidap malnutrisi.
Lalu, mereka yang sudah tak berdaya, diseret ke kamar gas dan
sebagian lagi dibakar. Peristiwa ini dipropagandakan sebagai holocaust,
sebuah tragedi genosida massal yang memakan enam juta orang korban dari bangsa Yahudi.
C. Ketika Gerakan Antisemit Mempertanyakan Kebenaran
Israel mengklaim bahwa lebih dari enam juta orang Yahudi tewas pada
masa kekejaman Hitler dan pasukan Nazinya menguasai Eropa. Orang-orang
Yahudi ditangkap dan dipenjarakan dalam kamp-kamp konsentrasi Jerman.
Mereka dibiarkan kelaparan, disiksa, dan dijadikan kelinci percobaan
senjata kimia buatan para ahli Jerman. Propaganda
inilah yang menjadi keyakinan masyarakat dunia sejak lama. Hingga
kemudian seorang Ahmadinejad (Presiden Iran) muncul dan berkata, “Holocaust itu sebuah kebohongan!”.
Presiden Iran – Ahmadinejad
Tidak hanya pemimpin Iran itu yang yakin bahwa Israel telah
merekayasa jumlah Yahudi yang menjadi korban Nazi, tetapi Presiden
Venezuela juga membantah keras klaim 6 juta orang yang selama ini
dipercaya. Keduanya yakin bahwa angka tersebut hanya bentuk propaganda
Israel untuk mencari simpati dunia agar melupakan kekejaman dan
penjajahan Israel sendiri terhadap negara-negara Islam di Timur Tengah,
khususnya Palestina. Hal ini juga merupakan strategi Israel agar dunia
merasa berhutang kepada bangsa Yahudi. Terbukti bahwa Israel merupakan
negara penerima bantuan keuangan dan teknologi paling banyak dari para
raksasa ekonomi dan teknologi internasional.
Wilayah Palestina menyusut sejak periode 1946-2000 dikarenakan kekejaman Zionis Israel
D. Penyelidikan Berujung Penjara
Para penentang holocaust biasanya disebut sebagai ‘revisionis’.
Mereka aktif melakukan penyelidikan kebenaran peristiwa kelam holocaust,
meskipun telah ada ancaman dari sepuluh negara Eropa bagi siapa saja
yang meragukan kebenarannya. Mereka akan dituduh sebagai antisemit dan
akan ditangkap serta dipenjarakan di sejumlah negara, termasuk Perancis,
Polandia, Austria, Swiss, Belgia, Rumania, dan Jerman sendiri.
Presiden Palestina terpilih, Dr. Mahmoud Abbas, dalam disertasinya
meragukan kebenaran keberadaan kamar gas yang digunakan untuk membunuh
orang-orang Yahudi. Ia mengatakan bahwa angka korban Yahudi yang
terbunuh tak lebih dari 1 juta orang, bukan 6 juta.
Tak hanya itu, dari kalangan ilmuan barat sendiri ada beberapa yang
menyangkal kebenaran holocaust, seperti Roger Garaudy (pengarang asal
Perancis), Prof. Robert Faurisson (ilmuan asal Inggris), Ernst Zundel
(tokoh revisionis kelahiran Jerman), dan David Irving (ahli sejarah asal
Inggris). Ironisnya, hampir semuanya dinyatakan bersalah dan
dijebloskan ke dalam penjara. Contohnya pada peristiwa 2007 yang menimpa
Ernst Zundel yang mengakibatkan dirinya di penjara selama 5 tahun.
Ernst Zundel
Herbert Schaller, pengacara yang mewakilinya mengatakan bahwa semua
bukti tentang adanya holocaust hanya berdasarkan pengakuan
korban-korbannya, bukan atas fakta-fakta yang jelas. Kemudian, pada
1964, Paul Rassinier, korban holocaust yang selamat, menerbitkan buku
memoar berjudul The Drama of European Jews yang mempertanyakan
apa yang di yakini dari holocaust selama ini. Ia mengklaim dalam bukunya
bahwa tidak ada kebijakan pemusnahan massal oleh Nazi terhadap Yahudi,
tak ada kamar gas, dan jumlah korban tidak sebesar itu.
Sementara itu, tentang tragedi di Auschwitz, Robert Faurisson,
seorang professor literatur dari University of Lyons mengklaim bahwa
penyakit tipuslah yang membunuh para tawanan, bukannya kamar gas.
Pernyataan Robert Faurisson semakin diperkuat dengan penyelidikan teknis
seorang ahli konstruksi dan instalasi alat eksekusi dari AS, Fred
Leuchter. Fred pergi ke Auschwitz untuk melakukan penyelidikan dan
mengetes tempat itu. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut bahwa
kamar gas di Auschwitz memang ada, tapi tidak mungkin digunakan untuk
membunuh orang
.
Prof. Robert Faurisson
Di sisi lain, para revisionis mengklaim bahwa kamar gas itu berisi
zat zyklon-B untuk pengasapan pakaian agar bakteri-bakteri di pakaian
mati. Jadi, tidak mungkin digunakan untuk mengeksekusi manusia.
Keraguan-keraguan revisionis bersumber dari tidak adanya dokumen
Jerman yang berisi tentang rencana pemusnahan massal orang Yahudi di
Eropa, seperti dokumen tentang perintah, rencana, anggaran, dan
rancangan senjata untuk pemusnahan Yahudi. Bahkan, seorang Winston
Churchill, yang menulis 6 jilid karya monumentalnya, The Second World War,
tidak sekalipun menyinggung adanya program Nazi untuk membantai orang
Yahudi. Demikian pula Jenderal Eisenhower yang dalam tulisannya Crusade in Europe,
juga tidak ada menyinggung mengenai kamar-kamar gas. Fakta yang ada
hanyalah ucapan-ucapan petinggi Nazi yang menggambarkan kebencian
terhadap Yahudi.
Winston Churchill
Jadi, sungguh aneh, tidak ada jejak-jejak catatan tertinggal yang
dapat membuktikan kebenaran adanya pemusnahan orang-orang Yahudi oleh
Hitler dan tentaranya. Jika memang benar angka korban genosida
sebombastis itu (6 juta orang), tentunya akan ada kecaman yang terdata
dari Paus, Organisasi Palang Merah, atau pemimpin-pemimpin dunia ketika
itu.
No comments:
Post a Comment
Bijak berkomentar, bijak pula dikomentari.