Tujuan Akhir Zionisme - Triple R Magazine
Tujuan Akhir Zionisme

Tujuan Akhir Zionisme

Share This
 
Zionisme adalah sebuah gerakan politik kaum Yahudi yang tersebar di seluruh dunia untuk kembali lagi ke Zion, bukit di mana kota Yerusalem berdiri. Gerakan yang muncul di abad ke-19 ini semula ingin mendirikan sebuah negara Yahudi di Afrika kemudian berubah di tanah Palestina yang kala itu dikuasai Kekaisaran Ottoman (Khalifah Ustmaniah) Turki.

Zionisme merupakan gerakan Yahudi Internasional. Istilah zionis pertama kali dipakai oleh perintis kebudayaan Yahudi, Mathias Acher (1864-1937), dan gerakan ini diorganisasi oleh beberapa tokoh Yahudi antara lain Dr. Theodor Herzl dan Dr. Chaim Weizmann. Dr. Theodor Herzl menyusun doktrin Zionisme sejak 1882 yang kemudian disistematisasikan dalam bukunya "Der Judenstaat" (Negara Yahudi) (1896). Doktrin ini dikonkritkan melalui Kongres Zionis Sedunia pertama di Basel, Swiss, tahun 1897. Setelah berdirinya negara Israel pada tanggal 15 Mei 1948, maka tujuan kaum zionis berubah menjadi pembela negara baru ini.

Rapat Dewan Umum PBB mengeluarkan Resolusi 3379 tanggal 10 Desember 1975, yang menyamakan Zionisme dengan diskriminasi rasial. Akan tetapi pada 16 Desember 1991, resolusi tersebut dicabut kembali.

ISRAEL terus menolak langkah-langkah perdamaian yang didorong oleh AS. Padahal, berpuluh-puluh tahun langkah-langkah perdamaian sangat menguntungkan bagi kepentingan masa depan Israel. Gagasan dua negara Palestina-Israel, yang digagas oleh AS, tak memengaruhi pemimpin Israel, khususnya sayap kanan, yang sekarang berkuasa. Presiden Israel Benjamin Netanyahu menolak mentah-mentah gagasan dua negara itu.

Hakikatnya politik Zionis itu adalah bangkitnya kembali entitas Yahudi, yang sekarang mengalami diaspora (terpencar-pencar) di seluruh dunia, dan menyatu kembali ke dalam satu bangsa, hidup di tanah yang ‘dijanjikan’, Palestina. Gerakan Zionisme itu meniru gaya penjajahan Barat secara politis. Selama beberapa dekade gerakan Zionisme belajar dan berkhidmat kepada Barat dan mewujudkan kepentingan-kepentingan bersama antara keduanya. Maka, sangatlah wajar, bila sekarang terjadi apa yang disebut dengan ‘mutualisma simbiosa’ antara Zionisme dengan Barat.

Gerakan Zionisme mempunyai tujuan akhir yang hendak diwujudkan, dan bukan hanya ingin mendirikan negara Israel Raya, tetapi mempunyai tujuan yang lebih luas diantaranya :

1. Gerakan Zionisme mempunyai tujuan akhir mendirikan Kerajaan Nabi Daud dan Sulaiman, yang menjadi sebuah mitos di kalangan masyarakat Yahudi, dan dibangun oleh kalangan Zionis, yang sangat aktif secara politik dan ideologi.

2. Melakukan penguasaan sumber daya ekonomi dan sumber daya alam vital guna menunjang gerakan, terutama bagi membangun negara yang menjadi ‘Kerajaan’ Nabi Daud dan Sulaiman.

3. Menanamkan doktrin Zionisme kepada seluruh orang-orang Yahudi di seluruh dunia, tentang doktrin tanah yang dijanjikan, Palestina, dan menjadi hak mutlak bagi mereka. Karena itu, tak ada entitas lainnya, yang mempunyai hak hidup di wilayah itu.

4. Karakter hubungan saling berkaitan antara politik dan ekonomi sudah menjadi ideologi Zionisme yang mapan, dan sangat memengaruhi setiap gerak dan langkah yang mereka lakukan. Karena itu, setiap gerakan Zionisme berusaha melakukan penguasaan terhadap setiap pemerintahan di dunia, dan menguasai ekonomi mereka.

5. Menciptakan langkah-langkah strategis, dengan bertujuan melemahkan perjuangan bangsa Arab dan Islam dalam menghadapi Zionis-Israel dengan politik adu-domba (divide at impera), dan menanamkan sekulerisme, yang menghilangkan fanatisme terhadap agama (Islam), dan mendorong agar paham pluralisme menjadi ideologi. Dengan cara itulah gerakan-gerakan yang menentang Zionisme akan menjadi lemah. Karena masyarakat muslim sudah tidak lagi memiliki keyakinan terhadap agama mereka.

Gerakan Zionisme ini berdiri kokoh diatas landasan yang substansial, bahwa Yahudi bukan sekadar konsep agama, melainkan juga negara yang didukung dengan ideologi menjajah melalui cara penguasaan, baik secara politik, ekonomi, yang ditopang dengan ideologi. Inilah hakekat Zionisme yang ada ini.

Tak bakal lahir Palestina yang merdeka, jika hanya mengandalkan belas kasihan Israel, seperti apa yang sudah dilakukan Yasser Arapat dengan PLO, Mahmud Abbas dengan Otoritas Palestina, dan Organisasi Al-Fatah sekarang, yang benar-benar mengabdi kepada Israel. Tak juga dengan perundingan dan perdamaian yang akan menghasilkan sebuah cita-cita kemerdekaan, karena Israel tak menginginkan Palestina menjadi sebuah entitas politik yang eksis dan berdaulat. Israel hanyalah menginginkan Palestina itu, sebagai sebuah bangsa kelas dua, yang hidupnya tergantung oleh belas kasihan Israel.

Inti sari konsep Zionisme itu, tak lain, adalah sikap panatisme dan ortodok, yang sangat mendalam, yang tidak mungkin akan berubah. Mereka memiliki gambaran yang ideal tentang negara, yang membentang dari Sungi Nil (Mesir) sampai Sungai Eufrat (Irak). Inilah yang menjadi bentuk kerajaan Nabi Daud dan Sulaiman, di era Benyamin Netanyahu sekarang ini.

Apakah konsep Zionisme yang membangun kerajaan Dawud dan Sulaiman itu sudah terwujud? Secara teritori (wilayah) negara mungkin belum. Tetapi, secara substansi (hakikat), sejatinya negara-negara tetangga Israel itu sudah menjadi wilayah negara Israel. Karena, negara-negara di sekeliling Israel itu, sudah mengabdi kepada kepentingan Israel. Mereka tidak merupakan sebuah negara yang berdaulat yang dapat menentukan kebijakannya secara bebas.

Jadi Kerajaan Daud dan Sulaiman hakikatnya sudah berdiri di tanah Arab, yang membujur dari sungai Nil (Mesir) sampai ke sungai Eufrat (Iraq). Meskipun, wilayah itu masih mempunyai pemerintahan, presiden, raja, tapi semuanya mengabdi kepada Zionis Israel. [mashadi/islampos]

No comments:

Post a Comment

Bijak berkomentar, bijak pula dikomentari.

Pages