Perang Badar (17 Ramadan 2 H)
Perang Uhud (Syakban 3 H)
Perang Khandaq (Syawal 5 H)
Perang Khaibar (7 H)
Perang Mu’tah (8 H)
Penaklukan Kota Mekah/Fath al-Makkah (8 H)
Perang Hunain ( 8 Safar 8 H)
Perang Ta’if (8 H)
Perang Tabuk (9 H)
Perang Widan (12 Rabiulawal 2 H)
Perang Badar terjadi di Lembah Badar, 125 km selatan Madinah. Perang Badar merupakan puncak
pertikaian antara kaum muslim Madinah dan musyrikin Quraisy Mekah.
Peperangan ini disebabkan oleh tindakan pengusiran dan perampasan harta
kaum muslim yang dilakukan oleh musyrikin Quraisy. Selanjutnya kaum
Quraisy terus menerus berupaya menghancurkan kaum muslim agar perniagaan
dan sesembahan mereka terjamin. Dalam peperangan ini kaum muslim
memenangkan pertempuran dengan gemilang. Tiga tokoh Quraisy yang
terlibat dalam Perang Badar adalah Utbah bin Rabi’ah, al-Walid dan
Syaibah. Ketiganya tewas di tangan tokoh muslim seperti Ali bin Abi
Thalib. Ubaidah bin Haris dan Hamzah bin Abdul Muthalib. adapun di pihak
muslim Ubaidah bin Haris meninggal karena terluka.
Perang Uhud (Syakban 3 H)
Perang Uhud terjadi di Bukit Uhud. Perang Uhud dilatarbelakangi kekalahan kaum
Quraisy pada Perang Badar sehingga timbul keinginan untuk membalas
dendam kepada kaum muslim. Pasukan Quraisy yang dipimpin Khalid bin
Walid mendapat bantuan dari kabilah Saqib, Tihamah, dan Kinanah. Nabi
Muhammad SAW segera mengadakan musyawarah untuk mencari strategi
perang yang tepat dalam menghadapi musuh. Kaum Quraisy akan disongsong
di luar Madinah. Akan tetapi, Abdullah bin Ubay membelot dan membawa 300
orang Yahudi kembali pulang. Dengan membawa 700 orang yang tersisa,
Nabi SAW melanjutkan perjalanan sampai ke Bukit Uhud. Perang Uhud
dimulai dengan perang tanding yang dimenangkan tentara Islam tetapi
kemenangan tersebut digagalkan oleh godaan harta, yakni prajurit Islam
sibut memungut harta rampasan. Pasukan Khalid bin Walid memanfaatkan
keadaan ini dan menyerang balik tentara Islam. Tentara Islam menjadi
terjepit dan porak-poranda, sedangkan Nabi SAW sendiri terkena serangan
musuh. Pasukan Quraisy kemudian mengakhiri pertempuran setelah mengira
Nabi SAW terbunuh. Dalam perang ini, Hamzah bin Abdul Muthalib (paman
Nabi SAW) meninggal terbunuh.
Lokasi Perang Khandaq adalah di sekitar
kota Madinah bagian utara. Perang ini juga dikenal sebagai Perang Ahzab
(Perang Gabungan). Perang Khandaq melibatkan kabilah Arab dan Yahudi
yang tidak senang kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka bekerjasama melawan
Nabi SAW. Di samping itu, orang Yahudi juga mencari dukungan kabilah
Gatafan yang terdiri dari Qais Ailan, Bani Fazara, Asyja’, Bani Sulaim,
Bani Sa’ad dan Ka’ab bin
Asad. Usaha pemimpin Yahudi, Huyay bin Akhtab, membuahkan hasil.
Pasukannya berangkat ke Madinah untuk menyerang kaum muslim. Berita
penyerangan itu didengar oleh Nabi Muhammad SAW. Kaum muslim segera
menyiapkan strategi perang yang tepat untuk menghasapo pasukan musuh.
Salman al-Farisi, sahabat Nabi SAW yang mempunyai banyak pengalaman
tentang seluk beluk perang, mengusulkan untuk membangun sistem
pertahanan parit (Khandaq). Ia menyarankan agar menggali parit di
perbatasan kota Madinah, dengan demikian gerakan pasukman musuh akan
terhambat oleh parit tersebut. Usaha ini ternyata berhasil menghambat
pasukan musuh.
Lokasi perang ini adalah di daerah
Khaibar. Perang Khaibar merupakan perang untuk menaklukkan Yahudi.
Masyarakat Yahudi Khaibar paling sering mengancam pihak Madinah melalui
persekutuan Quraisy atau Gatafan. Pasukan muslimin yang dipimpin Nabi
Muhammad SAW menyerang benteng pertahanan Yahudi di Khaibar. Pasukan
muslim mengepung dan memutuskan aliran air ke benteng Yahudi. Taktik itu
ternyata berhasil dan akhirnya pasukan muslim memenangkan pertempuran
serta menguasai daerah Khaibar. Pihak Yahudi meminta Nabi SAW untuk
tidak mengusir mereka dari Khaibar. Sebagai imbalannya, mereka berjanji
tidak lagi memusuhi Madinah dan menyerahkan hasil panen kepada kaum
muslim.
Perang ini terjadi karena Haris
al-Ghassani raja Hirah, menolak penyampaian wahyu dan ajakan masuk Islam
yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Penolakan ini disampaikan dengan cara
membunuh utusan Nabi SAW. Nabi SAW kemudian mengirimkan pasukan perang
di bawah pimpinan Zaid bin Harisah. Perang ini dinamakan Perang Mu’tah
karena terjadi di desa Mu’tah, bagian utara Semenanjung Arabia. Pihak
pasukan muslim
mendapat kesulitan menghadapi pasukan al-Ghassani yang dibantu pasukan
Kekaisaran Romawi. Beberapa sahabat gugur dalam pertempuran tersebut,
antara lain Zaid bin Harisah sendiri. Akhirnya Khalid bin Walid
mengambil alih komando dan menarik pasukan muslim kembali ke Madinah.
Kemampuan Khalin bin Walid menarik pasukan muslimin dari kepungan musuh
membuat kagum masyarakat wilayah tersebut. Banyak kabilah Nejd, Sulaim,
Asyja’, Gatafan, Abs, Zubyan dan Fazara masuk Islam karena melihat
keberhasilan dakwah Islam.
Fath al-Makkah terjadi di sekitar kota
Mekah. Latar belakang peristiwa ini adalah adanya anggapan kaum Quraisy
bahwa kekuatan kaum muslim telah hancur akibat kalah perang di Mu’tah.
Kaum Quraisy beranggapan Perjanjian Hudaibiyah (6 H) tidak penting lagi,
maka mereka mengingkarinya dan menyerang Bani Khuza’ah yang berada
dibawa perlindungan kaum muslim. Nabi Muhammad SAW segera memerintahkan
pasukan muslimin untuk menghukum kaum Quraisy. Pasukan muslimin tidak
mendapat perlawanan yang berarti, kecuali dari kaum Quraisy yang
dipimpin Ikrimah dan Safwan. Berhala di kota Mekah dihancurkan dan
akhirnya banyak kaum Quraisy masuk Islam.
Perang Hunain berlangsung antara kaum
muslim melawan kaum Quraisy yang terdiri dari Bani Hawazin, Bani Saqif,
Bani Nasr dan Bani Jusyam. Perang ini terjadi di Lembah Hunain, sekitar
70 km dari Mekah. Perang Hunain merupakan balas dendam kaum Quraisy
karena peristiwa Fath al-Makkah. Pada awalnya pasukan musuh berhasil
mengacaubalaukan pasukan Islam sehingga banyak pasukan Islam yang gugur.
Nabi SAW kemudian menyemangati pasukannya dan memimpin langsung
peperangan. Pasukan muslim akhirnya dapat memenangkan pertempuran
tersebut.
Pasukan muslim mengejar sisa pasukan
Quraisy, yang melarikan diri dari Hunain, sampai di kota Ta’if. Pasukan
Quraisy bersembunyi dalam benteng kota yang kokoh sehingga pasukan
muslimin tidak dapat menembus benteng. Nabi Muhammad SAW mengubah taktik
perangnya dengan memblokade seluruh wilayah Ta’if. Pasukan muslimin
kemudian membakar ladang anggur yang merupakan sumber daya alam utama
penduduk Ta’if. Penduduk Ta’if pada akhirnya menyerah dan menyatakan
bergabung dengan pasukan Islam.
Lokasi perang ini adalah kota Tabuk,
perbatasan antara Semenanjung Arabia dan Syam (Suriah). Adanya peristiwa
penaklukan kota Mekah membuat seluruh Semenanjung Arabia berada di
bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Melihat kenyataan itu, Heraklius,
penguasa Romawi Timur, menyusun pasukan besar untuk menyerang kaum
muslim. Pasukan muslimin kemudian menyiapkan diri dengan menghimpun
kekuatan yang besar karena pada masa itu banyak pahlawan Islam yang
menyediakan diri untuk berperang bersama Nabi SAW. Pasukan Romawi mundur
menarik diri setelah melihat besarnya jumlah pasukan Islam. Nabi SAW
tidak melakukan pengejaran tetapi berkemah di Tabuk. Di sini Nabi SAW
membuat perjanjian dengan penduduk setempat sehingga daerah perbatasan
tersebut dapat dirangkul dalam barisan Islam.
Perang ini terjadi di Widan, sebuah desa
antara Mekah dan Madinah. Rasulullah SAW memimpin pasukan muslimin
menghadang kafilah Quraisy. Pertempuran fisik tidak terjadi karena
kafilah Quraisy lewat di daerah tersebut. Rasulullah SAW selanjutnya
mengadakan perjanjian kerjasama dengan Bani Damrah yang tinggal di rute
perdagangan kafilah Quraisy di Widan. Kesepakatan tersebut berisi
kesanggupan Bani Damrah untuk membantu kaum muslim apabila dibutuhkan.
No comments:
Post a Comment
Bijak berkomentar, bijak pula dikomentari.