Dalam konteks agama, taubat adalah kembali kejalan
yang benar untuk mendekatkan diri kepada Allah setelah ia pergi
meninggalkan jalan Allah.
Seseorang yang bertaubat adalah ia yang menyadari
bahwa jalan yang selama ini ia tempuh adalah jalan yang menjauhkan
dirinya dari Allah, dan jalan itu dalam Al Quran dinyatakan sebagaimana
ayat ;
“Dia (iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas
diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari
kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali
sebahagian kecil."
Tuhan berfirman: "Pergilah, barangsiapa di antara
mereka yang mengikuti kamu, maka sesungguhnya neraka Jahannam adalah
balasanmu semua, sebagai suatu pembalasan yang cukup. Dan hasunglah
siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan
kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki
dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri
janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada
mereka melainkan tipuan belaka”. (QS :17 :62-64)
Iblis dan syaitan sangat bersungguh-sungguh untuk menyesatkan manusia.
Sampai-sampai ada yang
mengatakan, Iblis dan syaitan bersungguh-sungguh menyesatkan manusia
untuk mengikuti jalan mereka, sebagaimana hamba yang bersungguh-sungguh
taat kepada Allah.
Untuk bertaubat (kembali ke jalan Allah), Iblis
akan senantiasa mengganggu manusia. Dan hal ini adalah salah satu bentuk
ujian (cobaan) yang Allah berikan kepada setiap hamba-Nya.
Sedangkan dalam konteks ujian atau cobaan yang Allah berikan kepada manusia sangat beragam dan bertingkat-tingkat. Manusia akan di uji sesuai dengan kadar kesanggupannya. Ujian seorang presidan sangat berbeda dengan ujian seorang tukang batu, masing-masing telah Allah tetapkan sesuai dengan keadaan manusia itu,
Setidaknya dalam konteks ujian / cobaan, ia terbagi menjadi dua bagian besar ;
Yang pertama, ujian atau cobaan yang
di alami seseorang ketika ia hendak bertaubat dari jalan kesesatan
menuju jalan kebaikan. Sampai ia mencapai derajat mukhlisin. Hal ini
sebagaimana dinyatakana melalui ayat ;
“Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka”. ( QS :38 : 82-83).
“Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka”. ( QS :38 : 82-83).
Yang kedua, ujian atau cobaan untuk
mengukuhkan keimanan seseorang yang telah berada dalam kategori
mukhlisin, untuk mencapai derajat yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Dan diterangkan pula sebagaimana sabda Rasulullah saw ;
“Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan
cobaan. Sesungguhnya Allah 'Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum
Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat
kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah. (HR.
Tirmidzi)
Atau sebagaimana dalam riwayat lain ;
“Sa'ad bin Abi Waqqash berkata, "Aku bertanya kepada
Rasulullah Saw, "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian
dan cobaannya?" Nabi Saw menjawab, "Para Nabi kemudian yang meniru
(menyerupai) mereka dan yang meniru (menyerupai) mereka. Seseorang diuji
menurut kadar agamanya. Kalau agamnya tipis (lemah) dia diuji sesuai
dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras).
Seorang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih
dari dosa-dosa. (HR. Bukhari)
Kedua hal ini akan terus menerus terjadi dalam
kehidupan manusia. Jika ia tidak berada pada kategori yang pertama,
pastilah ia akan berada pada kategori yang kedua. Dan dalam konteks
perjalanan manusia dan tujuan pokok penciptaannya di dunia hal ini
semakna dengan firman Allah ;
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. (QS :67 :2).
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. (QS :67 :2).
Insya Allah, melalui ilustrasi singkat ini, dapat merubah paradigma kita dalam memandang setiap ujian dalam kehidupan ini.
Allah tidak memberikan ujian kepada kita kecuali Allah menginginkan kebaikan untuk diri kita sendiri, jika diumpamakan, sama seperti seseorang siswa, semakin tinggi gelar yang akan dicapainya, semakin sulit pula ujian yang akan ditempuhnya…
Allah tidak memberikan ujian kepada kita kecuali Allah menginginkan kebaikan untuk diri kita sendiri, jika diumpamakan, sama seperti seseorang siswa, semakin tinggi gelar yang akan dicapainya, semakin sulit pula ujian yang akan ditempuhnya…
Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment
Bijak berkomentar, bijak pula dikomentari.