Setiap hari tidak bosan-bosannya kita melakukan maksiat. Aurat terus
diumbar, tanpa pernah sadar untuk mengenakan jilbab dan menutup aurat
yang sempurna. Shalat 5 waktu yang sudah diketahui wajibnya seringkali
ditinggalkan tanpa pernah ada rasa bersalah. Padahal meninggalkannya
termasuk dosa besar yang lebih besar dari dosa zina. Saudara muslim
jadi incaran untuk dijadikan bahan gunjingan (alias “ghibah”). Padahal
sebagaimana daging saudaranya haram dimakan, begitu pula dengan
kehormatannya, haram untuk dijelek-jelekkan di saat ia tidak
mengetahuinya. Gambar porno jadi bahan tontonan setiap kali browsing di
dunia maya. Tidak hanya itu, yang lebih parah, kita selalu jadi budak
dunia, sehingga ramalan primbon tidak bisa dilepas, ngalap berkah di
kubur-kubur wali atau habib jadi rutinitas, dan jimat pun sebagai
penglaris dan pemikat untuk mudah dapatkan dunia. Hati ini pun tak
pernah kunjung sadar. Tidak bosan-bosannya maksiat terus diterjang,
detik demi detik, di saat pergantian malam dan siang. Padahal pengaruh
maksiat pada hati sungguh amat luar biasa. Bahkan bisa memadamkan cahaya
hati. Inilah yang patut direnungkan saat ini.
Ayat yang patut jadi renungan di malam ini adalah firman Allah Ta’ala,
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthoffifin: 14)
Makna ayat di atas diterangkan dalam hadits berikut.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا
أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ
نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا
حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ
بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) »
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang
hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya
sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta
bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat),
maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah
yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang
artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.”
Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, “Yang
dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa
sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun mati.”
Demikian pula yang dikatakan oleh Mujahid, Qotadah, Ibnu Zaid dan selainnya.
Mujahid rahimahullah mengatakan, “Hati itu seperti telapak
tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa, maka
telapak tangan tersebut akan tergenggam. Jika berbuat dosa, maka
jari-jemari perlahan-lahan akan menutup telapak tangan tersebut. Jika ia
berbuat dosa lagi, maka jari lainnya akan menutup telapak tangan tadi.
Akhirnya seluruh telapak tangan tadi tertutupi oleh jari-jemari.”
Penulis Al Jalalain rahimahumallah menafsirkan, “Hati mereka tertutupi oleh “ar raan” seperti karat karena maksiat yang mereka perbuat.”
Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan perkataan Hudzaifah
dalam fatawanya. Hudzaifah berkata, “Iman membuat hati nampak putih
bersih. Jika seorang hamba bertambah imannya, hatinya akan semakin
putih. Jika kalian membelah hati orang beriman, kalian akan melihatnya
putih bercahaya. Sedangkan kemunafikan membuat hati tampak hitam kelam.
Jika seorang hamba bertambah kemunafikannya, hatinya pun akan semakin
gelap. Jika kalian membelah hati orang munafik, maka kalian akan
melihatnya hitam mencekam.”
Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan, “Jika dosa
semakin bertambah, maka itu akan menutupi hati pemiliknya. Sebagaimana
sebagian salaf mengatakan mengenai surat Al Muthoffifin ayat 14, “Yang
dimaksud adalah dosa yang menumpuk di atas dosa.”
Inilah di antara dampak bahaya maksiat bagi hati. Setiap maksiat
membuat hati tertutup noda hitam dan lama kelamaan hati tersebut jadi
tertutup. Jika hati itu tertutup, apakah mampu ia menerima seberkas
cahaya kebenaran? Sungguh sangat tidak mungkin. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran.”
Perbanyaklah taubat dan istighfar, itulah yang akan menghilangkan
gelapnya hati dan membuat hati semakin bercahaya sehingga mudah menerima
petunjuk atau kebenaran.
Ya Allah, tunjukkanlah hati kami ini agar selalu taat pada-Mu dan
berusaha menjauhi setiap maksiat yang benar-benar telah Engkau larang,
apalagi dosa syirik dan kekufuran. Amin Yaa Mujibbas Saailin.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
No comments:
Post a Comment
Bijak berkomentar, bijak pula dikomentari.